Suatu hari saya dikagetkan dengan
kemunculan seekor kucing yang nongol didepan pintu kos. Kucing ini berwarna
abu-abu dan tampak motif menyerupai huruf M di dahinya. Kucing itu masih kecil,
perkiraan saya umur 3 bulan, kebasahan dan kedinginan akibat hujan, kucing liar
pikir saya.
Tak lama kemudian si kucing SKSD, mengeong rendah dan
menggosok-gosokkan tubuhnya yang lembab di ujung celana training yang saya
pakai. Setelah basa-basi sejenak si kucing menuju dapur, dan mencari sesuatu
untuk mengisi perutnya yang lapar.
Menurut keterangan tetangga kos,
kucing ini memang doyan bermanja-manjaan dengan penghuni lainnya. Bu Singgih,
penghuni kos paling ujung doyan memberikan sisa ikan yang biasanya jarang
dikonsumsinya seperti kepala dan ekor ikan. Kini si kucing telah dibelikan
kandang termasuk makanan khusus untuknya. Menurut Bu Singgih, ini namanya happy ending.
Salahkah aku terlahir didunia?
Sayangnya tidak banyak orang yang
memiliki niat baik seperti Bu Singgih, biasanya yang namanya kos-kosan sangat sensitif
dengan binatang peliharaan dengan alasan tidak higienis, ribut dan lain
sebagainya. Maka banyak kos-kosan yang menerapkan larangan untuk memelihara
binatang dengan alasan apapun.
Berbeda dengan orang-orang yang
memiliki rumah pribadi, tentunya merupakan hak setiap pemilik rumah untuk
memelihara apapun dirumahnya. Di Kota, beberapa penghuni membatasi jumlah
peliharaannya agar tidak bising dan mengganggu penghuni lainnya, termasuk
kucing.
Sayangnya kucing merupakan salah
satu jenis binatang peliharaan yang sangat jarang diikat. Kucing sangat
membenci pengekangan dalam bentuk apapun, namun untungnya kucing merupakan
hewan penurut yang justru lebih sering menghabiskan waktunya untuk
tidur-tiduran diatas sofa.
Tak berselang beberapa lama musim
kawin tiba, selanjutnya kucing beranak, bertambahlah hewan peliharaan penghuni
rumah. Bagi sebagian orang, kucing yang baru lahir merupakan berkah, bagi
sebagian lainnya musibah.
Bagi yang tidak menginginkan
tambahan peliharaan tentunya akan memikirkan berbagai cara untuk menghilangkan
penghuni tambahan ini, caranya pun beragam yaitu dengan memberikan ke orang-orang
yang membutuhkan atau dengan cara membuangnya ke tempat-tempat tertentu seperti
pasar dan bahkan selokan.
Si Kucing malang yang beruntung.
Suatu hari saya melewati gang
sempit untuk mengunjungi Ibu yang sedang berjualan di pasar. Di tengah jalan
saya melihat anak kucing basah dan kedinginan, tanpa pikir panjang si anak
kucing saya pindahkan ke sepeda motor, untungnya saat itu sedang pakai motor
matic milik adik.
Anak kucing itu saya bawa ke
warung milik Ibu, kami melakukan segala tindakan yang dibutuhkan seperti
membersihkan dan mengeringkan bulu si kucing. Permasalahan utama adalah si
kucing masih belum bisa makan, baru bisa melek sudah dibuang.
Ibu saya berinisiatif untuk membelikan dot bayi dan
memberikan susu formula, sayangnya si kucing masih belum bisa menkonsumsi susu yang nota
bene dari sapi. Segala cara kami lakukan untuk membantu si kucing agar tetap
bertahan hidup, namun akibat kekurangan nutrisi lama-lama tubuh kucing melemas.
Anak kucing yang malang.
Suatu saat ada anjing yang
berkunjung untuk menengok anak kucing, si anjing menjilat-jilat manja dan
kemudian menggigit si kucing hingga tak bernyawa. Si anjing melenggang santai,
mungkin ia berfikiran jika mengakhiri hidup si kucing dapat menghilangkan
penderitaannya secara instan.
Ga ada yang salah jika sebuah
mahluk bernama kucing terlahir di dunia, yang salah adalah nasib malang yang
diakibatkan ulah seseorang. Jika Anda memiliki binatang peliharaan tambahan
yang tidak diinginkan, usahakan jangan membuangnya sebelum mampu menkonsumsi
selain susu dari induknya. Usahakan memberikannya pada orang lain ketimbang
membuangnya di jalanan untuk menjalani hidup sebagai mahluk malang.
Bukankah
menyayangi sesama mahluk hidup diajarkan oleh Agama?
Komentar
Posting Komentar