|
gambar dari waw |
Ibu rosi, wanita berusia 35th mendatangi Puskesmas Kintamai 1, dahinya berkerut akibat menahan sakit yang menyerangnya kemarin malam. Bu Rosi uring-uringan, tanpa ngantre langsung duduk di
dental unit poli gigi hendak menghilangkan sakit giginya yang makin menjadi,"Pak dokter, saya ga bisa tidur kemarin malam, tolong cabut gigi saya biar cepat beres" katanya, dan sesuai standar prosedur, pendekatan awal harus dilaksanakan seperti memastikan identitas diri pasien dan sedikit obrolan ringan yang 'biasanya' membantu pasien untuk lebih rileks dalam berobat. Rupanya si ibu tak sabaran.
Dari segi pengamatan, tampak lubang berukuran sedang dibagian gigi pengunyahan, pembersihan lubang dari jaringan lunak dilakukan perlahan agar tidak menyakiti pasien, setelah dilakukan tes menggunakan chloretil tampak gigi yang bersangkutan masih dalam keadaan vital. Berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki maka,"mohon maaf ibu, giginya belum bisa dicabut skr karena masih infeksi, lebih baik kita lakukan secara perlahan seperti mengurangi infeksinya hingga mematikan saraf, setelah itu barulah.."
"HADUH, SAYA MINTA DICABUT YA CABUT!!" kata si ibu membentak.
Hal serupa sering terjadi dipuskesmas tempat saya mengabdi, bisa dimaklumi karena rata-rata pasien datang dengan kasus berat, ingin diberikan tindakan cepat dan tuntas, siapa sih yang betah berlama-lama menderita sakit gigi? -sabar ya om, sabaaar-
Jika bicara masalah statistik, sekitar 90%(dihitung dari jumlah pasien perbulan) pengunjung Poli Gigi Puskesmas Kintamani 1 datang dengan kasus sakit gigi, bisa disebabkan karena peradangan pulpa, jaringan penyangga hingga pembengkakan pada jaringan mukosa gigi, dan 70% diantaranya datang dengan keinginan cabut gigi, padahal tindakan tersebut tidak ada dalam standar operasional kerja dan tindakan tersebut memang tidak boleh dilakukan.
Kepoli gigi jangan cuman saat berobat gigi aja dong.
Salah seorang pasien berkata,"sakit gigi kalo udah ampe bikin ga bisa tidur barulah dibawa kepuskesmas, kalo belum gitu bukan sakit gigi namanya", kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi masih kurang diwilayah kerja saya, sudah tak terhitung jumlahnya kegiatan outdoor dilakukan, misalkan penyuluhan kesehatan gigi saat posyandu dengan harapan balita memiliki gigi yang sehat, kegiatan lain seperti UKGS yang sasarannya siswa SD juga sudah dilakukan, dengan harapan seluruh masyarakat dimulai dari tingkatan anak-anak memiliki gigi bersih dan sehat.
Beda teori beda juga dengan kenyataan, toh masih banyak pasien dari berbagai usia datang perlukan tindakan pengobatan penyakit, padahal fungsi poli gigi juga berada pada tindakan pencegahan penyakit, intinya pasien berobat lebih banyak ketimbang pasien yang ingin periksakan keadaan giginya agar tidak sampai terjadi kerusakan.
Perlu digarisbawahi bahwa Poli Gigi memiliki fungsi Promotif( seperti upaya penyuluhan kesehatan gigi), preventif(tindakan mencegah gigi dari kerusakan) dan kuratif(tindakan pengobatan gigi dari penyakit), saran saya kurangi paradigma 'kepoli gigi untuk berobat gigi' namun datanglah kepoli gigi untuk mencegah kerusakan gigi, lakukan minimal enam bulan sekali.
bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Lanjutan~
"ADUH, SAYA MINTA DICABUT YA CABUT!!" kata si ibu membentak.
"wah bu, coba dari awal kesini buat periksa, pastinya ga bakal sampe sakit gigi kayak gini lho"
Yup, baru sadar quote "lebih baik mencegah daripada mengobati" kalo sudah terlanjur sakit.
BalasHapusnice inpoh
http://wawwiwiwaw.blogspot.com/2012/06/pencabutan-gigi-gerahamku.html
Terima kasih telah mampir, senang bisa berbagi dengan mas Wahyu.
HapusTerus gimana tuh kelanjutanya??? 😄🙈
BalasHapusVisit www.ihsandonesian.blogspot.com